Minggu, 10 Juli 2016

CADU SAKTI



Cadu Sakti memiliki hubungan yang erat dengan Asta Aiswarya. Dimana Cadu Sakti ini berasal dari kata Cadu dan Sakti. Cadu berarti empat dan Sakti berarti kekuatan.Cadu Sakti berarti empat kekuatan atau kemahkuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
     Bagian-bagian Cadu Sakti;
1.         Prabhu Sakti ialah Ida Sang Hyang Widhi bersifat Maha Kuasa, menguasai alam semesta.
2.         Wibhu Sakti ialah Ida Sang Hyang Widhi bersifat Maha Ada, meresapi seluruh alam semesta.
3.         Jnana Sakti ialah Ida Sang Hyang Widhi bersifat Maha Tahu, mengetahui segala hal. Baik yang telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi.
4.         Kriya Sakti ialah Ida Sang Hyang Widhi bersifat Maha Karya, dapat berbuat sesuai kehendak-Nya.

ASTA AISWARYA



     Berasal dari Bahasa Sansekerta, Asta Aiswarya terdiri dari kata Asta dan Aiswarya. Asta berarti delapan dan Aiswarya berarti kemahakuasaan. Jadi Asta Aiswarya dapat diartikan, delapan sifat kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. Dilambangkan dengan bunga teratai yang kelopak delapan atau sering disebut Padma Asta Dala.
     Bagian-bagiannya adalah;
1.         Anima ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Kecil atau Maha Halus, yang mana mampu menyusup ke segala tempat tanpa terkecuali.
Contoh: Seperti air diantara tumpukan bebatuan, Beliau dapat melewati atau menyusupi celah sekecil apapun.
2.         Laghima ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Ringan, lebih ringan dari ether (gas) atau lainnya.
Contoh: Sangat ringan dan dapat melayang atau mengapung pada segalanya. Layaknya juga gas yang dapat meresap ke pori-pori.
3.         Mahima ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Besar, tidak ada ruang yang kosong atau mereapi seluruh alam semesta ini.
Contoh: Beliau meresapi segala hal yang ada di alam semesta tanpa terlewatkan.
4.         Prapti ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Wyapi Wyapaka Nirwikara yang berarti berada dimana-mana.
Contoh: Beliau berada diseluruh tempat di alam semesta ini, wala tidak terlihat. Sama halnya dengan kita membuat air gula, gula tersebut tidak terlihat tetapi disana ada gula dan dapat dirasakan.
5.         Prakamya ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, segala keinginan akan tercapai jika bhakti dengan tulus kehadapan-Nya.
Contoh: Seperti kita meminta sesuatu hal, jika belum saatnya maka tidak akan menghasilkan apa pun. Maka teruslah berusaha dengan tulus maka pada saat yang tepat, maka hal tersebut akan didapat.
6.         Isitwa ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang mana adalah Maha Utama.
Contoh: Beliau merupakan pemilik alam semesta ini, yang mana akan diutamakan dan selalu dihormati.
7.         Wasista ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, menguasai alam semesta. Yang mana menetukan kelahiran, kehidupan dan kematian dari seluruh mahluk.
Contoh: Beliau yang tunggal bersembunyi pada seluruh mahluk yang ada. Meresapi segala inti kehidupan dan menjadi pengadil saat mahluk tersebut melakukan suatu hal.
8.         Yatra Kama Wasayitwa ialah sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang kehendaknya atau takdirnya tidak dapat ditentang.
Contoh: Tidak ada yang bisa menghentikan keadaan jika Beliau murka, maka akan timbul bencana alam (seperti tsunami, topan, gempa atau lainnya).

Selasa, 29 Maret 2016

PURA LUHUR BATUKARU

 Terletak di lereng selatan Gunung Batukaru, tepatnya di Desa Wangaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Pura Luhur Batukaru merupakan salah satu Pura Sad Khayangan di Bali. Pura ini sebagai tempat pemujaaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi sabagai Dewa Mahadewa penguasa arah barat. Juga untuk memuja Tuhan sebagai Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura Luhur Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Ratu Hyang Tumuwuh (sebagai yang menumbuhkan).



Pujawali di Pura Luhur Batukaru ini adalah pada rahina Wrhaspati Umanis Dungulan atau disebut rahina Umanis Galungan.

Refrensi:
Isi                    ; babadbaali.com
Gambar           ; id.baliglory.com

CANANG SARI

   Canang sari merupakan sebagai persembahan harian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai ungkapan syukur atas kedamaian yang telah diberian kepada dunia.


   Dalam canang sari diusahakan penempatan warna bunga agar disesuaikan dengan 4 arah mata angin utama. Utara warna hitam (bunga berwarna gelap seperti ungu atau biru), Timur warna putih (bunga berwarna putih atau sedikit merah muda), Selatan warna merah (bunga berwarna merah), Barat warna kuning (bunga berwarna kuning).

Refrensi:
         Isi          ; wikipedia.com
         Gambar ; triciaannemitchell.com

Selasa, 01 Desember 2015

PURA LUHUR BESIKALUNG



Pura Luhur Besikalung bertempat di sisi selatan lereng Gunung Batukaru.Tepatnya berada pada wilayah Desa Adat Utu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Pelaksanaan pujawalinya ialah pada Budha Kliwon Sinta atau bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Dan akan nyejer selama tiga hari. Nama Pura Besikalung dipekirakan berhubungan erat dengan hari raya Pagerwesi. Berasal dari kata “Besi” dan “Kalung”. Yang mana bermakna Besi atau suatu pengikat yang mengelilingi. Disini sama seperti Pagerwesi arti Pagerwesi. Yang mana seluruhnya itu memiliki makna suatu hal yang membatasi perbuatan seseorang dan akan mengekang hal yang tidak baik.
Berdasarkan Prasasti Babahan I yang ditemukan di Pura Puseh Jambelangu mengisahkan perjalanan Raja Sri Ugracena ke Bali Utara dan sempat singgah pada pertapaan (pesraman) Rsi Pita Maha di Petung Bang Hyang Sidhi, beliau juga disebut dengan Bhiku Dharmeswara. Raja Sri Ugracena memberikan titah dan kewenangan pada Rsi Pita Maha untuk menyelesaikan upacara keagamaan bagi mereka yang meninggal salah pati, angulah pati. Hal inilah yang merupakan keistimewaan dan kekhususan Prasasti Babahan I yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya Prasasti Bali yang memuat upacara Salah pati, Angulah Pati. Bang Hyang Sidhi yang disebut didalam prasasti Babahan I kini disebut Bangkyang Sidem terletak persis di sebelah timur Pura Luhur Besikalung hanya dipisahkan oleh sungai (Yeh Ho). Di Pura subak Bangkyang Sidem sebagai situs kepurbakalaan terdapat 2 unit pura yang kecil diperkirakan sebagai tempat tinggal Sang Rsi dan yang satunya lagi terletak di bagian selatan agak di bawah diperkirakan sebagai tempat pemujaan harian beliau. Jika hipotesa ini benar maka ada kemungkinan Pura Luhur Besi kalung didirikan oleh Rsi Pita Maha pada masa pemerintahan Raja Ugracena yang bertahta atau memerintah pada caka 837 -864 atau sekitar 915-942 M. Mengingat prasasti Babahan I bertahun Caka 839 (917 M).


Refrensi:
Isi                    ; artikelbali.blogspot.com
Gambar           ; flickriver.com
                                      tugasagamahindupgsd2.blogspot.com

BANYU PINARUH



Banyu Pinaruh, dilaksanakan sehari setelah hari raya Saraswati atau disebut Redite Paing Sinta. Banyu Pinaruh berasal dari akar kata “Banyu” dan “Pinaruh”. Banyu yang berarti air dan Pinaruh dari akar kata “Pinih” dan “Weruh”. Pinih berarti utama, sedangkan weruh berarti pengetahuan atau kecerdasan. Secara filosofis Banyu Pinaruh bermakna menyucikan pikiran dengan menggunakan air ilmu pengetahuan.
Itu berarti, Banyu Pinaruh bukanlah hanya datang berkeramas atau mandi ke pantai atau sumber air. Tetapi, prosesi itu bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat dengan ilmu pengetahuan, atau mandi dengan air ilmu pengetahuan.
Melukat dengan mandi ke laut merupakan simbol pembersihan dan penyucian diri. Bukan hanya laut, danau serta sumber-sumber mata air yang disucikan juga bisa dijadikan tempat melukat saat Banyupinaruh. Usai melukat, umat  biasanya melaksanakan pembersihan dan penyucian diri lagi di rumah dengan menyiramkan air kumkuman (air bunga dengan berbaga jenis dengan bauyang harum) di kepalanya. Prosesi selanjutnya akan diisi dengan meminum air beras atau loloh.



Refrensi:
Isi                    ; sejarahharirayahindu.blogspot.com
   banyu-pinaruh.blogspot.com                 

HARI RAYA PAGERWESI



Hari raya Pagerwesi jatuh setiap enam bulan Bali sekali tepatnya pada rahina Budha Kliwon Sinta. Pagerwesi berakar dari kata “Pagar” dan “Wesi”. Ini merupakan perlambang suatu perlindungan yang kuat yang memagari atau membatasi. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri. Hari ini adalah payogan Hyang Pramesti Guru, disertai para Dewa dan Pitara, demi kesejahteraan dunia dengan segala isinya dan demi sentosanya kehidupan semua makhluk.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, Budha Kliwon Sinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia. Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau pemimpin agama.


Refrensi:
Isi                    ; wedahindu.blogspot.co.id
   babadbali.com