Jumat, 27 November 2015

HARI RAYA SARASWATI



Hari raya Saraswati dilaksanakan setiap 210 hari tepatnya pada hari Saniscara Umanis Watugunung. Pada hari Sabtu wuku Watugunung itu, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati. Dewi Saraswati senndiri meupakan sakti dari Dewa Brahma dalam kepercayaan Hindu. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara Saraswati. Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan samadhi. Besoknya pada hari Radite Paing Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan.
Kata Saraswati berasal dari Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang berarti sesuatu yang mengalir atau ucapan. Kata Wati artinya memiliki. Jadi kata Saraswati secara etimologis berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis meskipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.
Makna lambang dari perwujudan Dewi Saraswati:

Kecantikan Dewi Saraswati adalah melambangkan kecantikan yang penuh wibawa. Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. 

Daun lontar yang dibawa Dewi Saraswati merupakan lambang ilmu pengetahuan.

Genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi Tuhan adalah ilmu yang sesat.

Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi.

Damaru (kendang kecil)

Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja.

Merak merupakan lambang suatu kewibawaan.

Bunga Padma atau bunga teratai adalah bunga yang melambangkan alam semesta dengan delapan penjuru mata anginnya (asta dala) sebagai stana Tuhan. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan.

Di Bali, dalam upakara Banten Saraswati salah satu unsurnya ada disebut jajan Saraswati. Jajan ini dibuat dari tepung beras berwarna putih dan berisi lukisan dua ekor cecek (cicak). Mata cicak itu dibuat dari injin (beras hitam) dan di sebelahnya ada telur cicak. Dipercaya bahwa binatang melata seperti cecak diyakini memiliki kekuatan dan kepekaan pada getaran-getaran spiritual. Jajan Saraswati yang berisi gambar cecak memberi pelajaran bahwa ilmu pengetahuan itu jangan hanya berfungsi mengembangkan kekuatan ratio atau pikiran saja, tetapi harus mampu mendorong manusia untuk memiliki kepekaan intuisi sehingga dapat menangkap getaran-getaran rohani.





Refrensi:
                        Isi                    ; wikipedia.id
  wiracaritabali.blogspot.co.id
                        Gambar           ; oleh2bali.com
                                                  pixabay.com
                                                  panbelog.wordpress.com
                                                  santabanta.com
                                                  amazon.co.uk
                                                  dalymusic.com

Senin, 23 November 2015

PURA PUCAK TERATE BANG


Terletak di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturuti, Kabupaten Tabanan, Bali. Pura Pucak Terate Bang melaksanakan pujawali setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep atau biasa disebut Tumpek Landep. Yang dipuja ialah Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Agni atau Dewa Api. Berada dalam satu areal dengan objek wisata Kebun Raya Bedugul, berada pada dataran tinggi yang dinamakan bukit Tapak, menyebabkan cuaca di sini berhawa sejuk, dan pada musim-musim tertentu berhawa dingin, menuju ke lokasi anda disuguhi pemandangan kebun indah tertata rapi dan hutan tropis. Di areal pura terdapat sumber mata air panas dengan bau belerang yang sangat menyengat, diyakini munculnya sumber mata air ini karena kekuatan dewa Agni yang menciptakan kekuatan api dan bersatana di pura ini, sumber air rasanya asam yang menandakan adanya energi kemakmuran, apalagi untuk para pengusaha ataupun pedagang.


Sejarah berdiri Pura ini berkaitan erat dengan perjalanan spiritual Ida Maharsi Madura di kawasan Danau Beratan. Beliau mendirikan tempat tinggal sekaligus dijadikan sebuah pasraman di tempat ini. Tempat pertapaan beliau sekarang ini dikenal sebagai Pura Puncak Terate Bang. Sesuai linggih berbentuk teratai merah maka dalam bahasa Bali dinamakan Terate Bang. Dalam mengajarkan ilmu pengetahuan serta ilmu kedigjayaan, Ida Rsi Madura ditemani juga oleh para mpu yang mampu membuat keris mempuni, keahlian membuat senjata inipun diajarkan kepada pengikutnya. dari keturunan inilah suatu saat nantinya dikenal sebagai soroh warga Pande. Pura Teratai Bang yang difungsikan sebagai pemujaan Brahma dan juga merupakan dewanya soroh Pande di Bali, maka pura ini dijadikan salah satu napak tilas warga pande.
Dalam pelaksanaan upacaranya, seperti dalam upacara ngenteg linggih ataupun dalam piodalan, sesuai dresta menggunakan beberapa binatang berkaki empat, namun tidak demikian di sini. Di Pura ini tidak diperbolehkan menggunakan binatang berkaki empat. Yang digunakan adalah binatang berkaki dua, seperti kokokan, kukur dan ayam.


Refrensi:
Isi                    ; balitoursclub.com
Gambar           ; indahbaliku.wordpress.com

Senin, 02 November 2015

LUKAT GENI



Puri Satria Kawan, Banjar Satria, Dawan, Klungkung punya tradisi unik. Tradisi Lukat (pembersihan diri) Geni (api) merupakan salah satu tradisi yang sudah diwarisi warga Puri secara turun temurun. Kegiatan ini dilakukan pada petang menjelang malam hari. Sehari sebelum hari raya Nyepi. Puluhan muda mudi, remaja, anak-anak hingga orangtua menikmati tradisi mandi bara api dari daun kelapa kering. Mereka meyakini tradisi ini sebagai wujud pembersihan diri selama setahun, semacam buang kotoran atau kesialan dan dilebur dalam bara api.

Para pemuda dan warga berkumpul di Catus Pata Desa Paksebali. Mereka melakukan persiapan setelah sebelumnya melakukan persembahyangan bersama di Merajan Puri Satria Kawan. Beberapa daun kelapa kering yang sudah diikat juga disiapkan. Begitu api dikobarkan dua kubu yang terpisah beradu saling memandikan api ke tubuh lawan.
Ada satu keyakinan yang ditanamkan kepada para peserta yang terlibat dalam lukat geni tersebut, yakni api dari perakpak tersebut tidak akan melukai atau membakar diri peserta. Tetapi akan membersihkan diri para peserta. Diyakini juga percikan api yang menyala dan membakar tubuh peserta tersebut akan membakar atau menghilangkan sifat sifat negatif dalam tubuh. Dan juga akan menetralisir mahluk-mahluk alam bawah agar tidak mengganggu.





Refrensi:
            Isi                    ; balitoursclub.com
                                    infoseputarbali.blogspot.com
            Gambar           ; kulkulbali.co

SAMPI GERUMBUNGAN



Jika di Kabupaten Jembrana memiliki makepung, dan Madura memiliki Karapan Sapi, maka Kabupaten Buleleng memiliki Sampi Gerumbungan. Kegiatan Sampi Gerumbungan ini diadakan di Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Gerumbungan merupakan genta besar yang digantungkan di leher sapi jantan, dimana sepasang sapi yang sudah terlatih akan dihubungkan pada lehernya dengan sebuah kayu yang dinamakan dengan Uga..
Pelaksanaannya, sepasang sapi pilihan akan menarik jokinya dalam rangkaian tempat duduk yang telah dihias dengan berbagai perlengkapan khas Bali sebagai atraksi yang mengagumkan. Tradisi kuno yang unik ini akhirnya telah diresmikan oleh Bupati Buleleng pada tahun 2002 sebagai Kelompok Usaha Ternak Sapi Wiwit Merta Sari. Karena telah diresmikan, maka kegiatan ini pun kini sudah dapat dilaksanakan dengan lebih tertib dan berjalan dengan baik.

Biasanya pertunjukkan ini digelar secara rutin di hari Minggu sekitar  jam 08.00-10.00 wita di lapangan desa. Bukan hanya didominasi oleh penduduk setempat saja untuk menjadi jokinya, wiasatawan pun dapat menjadi joki juga. Sapi tersebut tidak akan mengamuk karena biasanya sapi yang diikutsertakan telah terlatih dan dipandu oleh orang-orang yang profesional sehingga akan memberikan pengalaman yang tak terlupakan.



Refrensi:
            Isi                    ; balipanduanwisata.id
            Gambar           ; singarajafm.com
                                    balitoursclub.com