Selasa, 01 Desember 2015

PURA LUHUR BESIKALUNG



Pura Luhur Besikalung bertempat di sisi selatan lereng Gunung Batukaru.Tepatnya berada pada wilayah Desa Adat Utu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Pelaksanaan pujawalinya ialah pada Budha Kliwon Sinta atau bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Dan akan nyejer selama tiga hari. Nama Pura Besikalung dipekirakan berhubungan erat dengan hari raya Pagerwesi. Berasal dari kata “Besi” dan “Kalung”. Yang mana bermakna Besi atau suatu pengikat yang mengelilingi. Disini sama seperti Pagerwesi arti Pagerwesi. Yang mana seluruhnya itu memiliki makna suatu hal yang membatasi perbuatan seseorang dan akan mengekang hal yang tidak baik.
Berdasarkan Prasasti Babahan I yang ditemukan di Pura Puseh Jambelangu mengisahkan perjalanan Raja Sri Ugracena ke Bali Utara dan sempat singgah pada pertapaan (pesraman) Rsi Pita Maha di Petung Bang Hyang Sidhi, beliau juga disebut dengan Bhiku Dharmeswara. Raja Sri Ugracena memberikan titah dan kewenangan pada Rsi Pita Maha untuk menyelesaikan upacara keagamaan bagi mereka yang meninggal salah pati, angulah pati. Hal inilah yang merupakan keistimewaan dan kekhususan Prasasti Babahan I yang dapat dikatakan sebagai satu-satunya Prasasti Bali yang memuat upacara Salah pati, Angulah Pati. Bang Hyang Sidhi yang disebut didalam prasasti Babahan I kini disebut Bangkyang Sidem terletak persis di sebelah timur Pura Luhur Besikalung hanya dipisahkan oleh sungai (Yeh Ho). Di Pura subak Bangkyang Sidem sebagai situs kepurbakalaan terdapat 2 unit pura yang kecil diperkirakan sebagai tempat tinggal Sang Rsi dan yang satunya lagi terletak di bagian selatan agak di bawah diperkirakan sebagai tempat pemujaan harian beliau. Jika hipotesa ini benar maka ada kemungkinan Pura Luhur Besi kalung didirikan oleh Rsi Pita Maha pada masa pemerintahan Raja Ugracena yang bertahta atau memerintah pada caka 837 -864 atau sekitar 915-942 M. Mengingat prasasti Babahan I bertahun Caka 839 (917 M).


Refrensi:
Isi                    ; artikelbali.blogspot.com
Gambar           ; flickriver.com
                                      tugasagamahindupgsd2.blogspot.com

BANYU PINARUH



Banyu Pinaruh, dilaksanakan sehari setelah hari raya Saraswati atau disebut Redite Paing Sinta. Banyu Pinaruh berasal dari akar kata “Banyu” dan “Pinaruh”. Banyu yang berarti air dan Pinaruh dari akar kata “Pinih” dan “Weruh”. Pinih berarti utama, sedangkan weruh berarti pengetahuan atau kecerdasan. Secara filosofis Banyu Pinaruh bermakna menyucikan pikiran dengan menggunakan air ilmu pengetahuan.
Itu berarti, Banyu Pinaruh bukanlah hanya datang berkeramas atau mandi ke pantai atau sumber air. Tetapi, prosesi itu bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat dengan ilmu pengetahuan, atau mandi dengan air ilmu pengetahuan.
Melukat dengan mandi ke laut merupakan simbol pembersihan dan penyucian diri. Bukan hanya laut, danau serta sumber-sumber mata air yang disucikan juga bisa dijadikan tempat melukat saat Banyupinaruh. Usai melukat, umat  biasanya melaksanakan pembersihan dan penyucian diri lagi di rumah dengan menyiramkan air kumkuman (air bunga dengan berbaga jenis dengan bauyang harum) di kepalanya. Prosesi selanjutnya akan diisi dengan meminum air beras atau loloh.



Refrensi:
Isi                    ; sejarahharirayahindu.blogspot.com
   banyu-pinaruh.blogspot.com                 

HARI RAYA PAGERWESI



Hari raya Pagerwesi jatuh setiap enam bulan Bali sekali tepatnya pada rahina Budha Kliwon Sinta. Pagerwesi berakar dari kata “Pagar” dan “Wesi”. Ini merupakan perlambang suatu perlindungan yang kuat yang memagari atau membatasi. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri. Hari ini adalah payogan Hyang Pramesti Guru, disertai para Dewa dan Pitara, demi kesejahteraan dunia dengan segala isinya dan demi sentosanya kehidupan semua makhluk.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, Budha Kliwon Sinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia. Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau pemimpin agama.


Refrensi:
Isi                    ; wedahindu.blogspot.co.id
   babadbali.com